Industri Hulu Migas Indonesia Masih Atraktif bagi Investor
Sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia masih atraktif bagi perusahaan-perusahaan minyak dan gas internasional utama. Namun, sektor ini masih menghadapi sejumlah tantangan yang mempengaruhi investasi, mulai dari pemulihan pasca-pandemi hingga tata kelola fiskal yang perlu diperbaiki.
Sejumlah panelis dalam acara IPA Convention & Exhibiton ke-46 di sesi Special Talk I tentang Investasi Hulu Migas Indonesia bertajuk ”Why Major IOCs Still Invest in Indonesia” di Jakarta Convention Center pada 21 September 2021 menuturkan investasi hulu migas di Indonesia masih menjanjikan. Namun, masih terdapat berbagai tantangan yang membutuhkan solusi strategis untuk mengatasinya.
Managing Director ENI Indonesia, Diego Portoghese mengatakan, seiring penetapan target produksi minyak sebesar satu juta barel per hari (BOPD) dan gas bumi sebesar 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD) di 2030, pihaknya berkomitmen untuk terus melanjutkan investasi di Indonesia.
Terkini, ENI sedang mengembangkan lapangan blok migas di Merakes Timur. Proyek ini adalah pengembangan dari cekungan Kutai Basin yang telah berjalan sejak 2021.
”Proyek ini membutuhkan usaha yang cukup keras karena adanya pandemi COVID-19 yang muncul sejak awal tahun 2020,” kata Diego.
Mengacu pada data SKK Migas, investasi proyek yang terletak di dekat Selat Makassar ini bernilai sebesar US$ 1,3 miliar. Diperkirakan proyek ini akan menambah produksi gas nasional sebesar 368 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Produksi gas dari lapangan tersebut dihasilkan dari lima sumur dan dialirkan melalui pipa Floating Production Unit Jangkrik, yang berjarak sekitar 45 kilo meter dari Lapangan Merakes.
Sementara itu, Asia Pacific Regional President of bp, Kathy Wu menjelaskan pemerintah sangat terbuka dengan keberadaan investor, termasuk bp. Terlebih menurut Kathy, bp sudah berkecimpung selama lima dekade di industri hulu migas Tanah Air. Kesamaan visi dengan stakeholder terkait, menjadi kunci hubungan baik antara investor dengan pemerintah.
”Kami optimis, bahwa pemerintah akan menjaga relasi baik dengan investor. bp melihat Pemerintah Indonesia bersedia memberikan kemudahan dan sangat ingin bekerja sama dengan investor,” kata Kathy.
Selain itu, President Director of Harbour Energy Indonesia, Gary Selbie mengungkapkan sektor gas di Indonesia adalah salah satu potensi yang cukup diperhitungkan. Prospek gas di Indonesia saat ini perlu dieksplorasi lebih jauh. Ini mengingat adanya momentum transisi energi dan target Net Zero Emissions (NZE) 2050. Eksplorasi dan pemanfaatan gas dapat membantu tercapainya kedua hal tersebut.
Harbour Energy, kata Gary melihat adanya potensi pemanfaatan Carbon Capture Storage (CCS) atau Carbon Capture Utility Storage (CCUS). Gary menilai capaian target 24 persen porsi gas dalam bauran energi akan terbantu apabila pemanfaatan CCS/CCCUS berjalan optimal.
”Kenapa kami masih berinvestasi di sini, karena kami melihat peluang dari CCS/CCUS, dan adanya peluang kerja sama yang baik dengan pemerintah,” ujar Gary.
Selanjutnya, Egon Van Der Hoeven, SVP Business Development ExxonMobil Cepu Limited, menuturkan investasi Exxon di proyek migas Blok Cepu menghasilkan produksi sekitar 500 juta barel. Akan tetapi, Egon menjelaskan pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang lebih fleksibel, khususnya di bidang fiskal.
Egon menambahkan, perbaikan tata kelola di sektor hulu migas akan meningkatkan kepercayaan investor. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan investasi migas guna memenuhi permintaan energi membutuhkan kolaborasi dengan investor. Terlebih kata Egon, modal akan mengalir ke proyek terbaik, di tengah persaingan investasi antar negara.
”Solusi berbagai tantangan itu membutuhkan partisipasi dari berbagai stakeholder, seperti SKK Migas maupun Kementerian ESDM,” ujar Egon.