Investasi Migas RI Terus Turun
Tren investasi eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia guna mendapatkan cadangan migas di masa mendatang terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Padahal, tanpa investasi lebih lanjut yang signifikan, kegiatan eksplorasi akan terus menurun dan potensi migas Indonesia tidak akan membawa niali tambah manfaat bagi negara dan masyarakat.
Hal itu dikatakan Presiden Direktur Indonesian Petroleum Association (IPA) Jim Taylor dalam konperensi pers di Jakarta, Rabu (7/12).
Menurut Jim, Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang kuat sekitar 6,5% pada 2011 dan memerlukan sumbersumber energi untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di masa depan. Pasokan energi yang mapan dan berkelanjutan merupakan prasyarat utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang ditargetkan oleh pemerintah.
"Untuk mengamankan pasokan energi di masa depan bagi Indonesia, diperlukan upaya yang agresif, investasi baru dalam jumlah sangat besar dan regulasi yang mendukung," ujar Jim.
Dia mengatakan, kegiatan eksplorasi harus didorong dan diberikan insentif serta dipercepat. Apalagi, eksplorasi di luat-dalam memerlukan biaya yang sangat tinggi, teknologi canggih dan proses yang lama. Hal itu hanya dapat dilaksanakan oleh sejumlah kecil perusahaan multinasional. "Investasi eksplorasi adalah kunci dari produksi minyak dan gas di masa depan," kata dia.
Mengenai regulasi, Jim mengatakan, pemerintah perlu menjaga iklim investasi yang positif guna mengamankan tingkat investasi dan tetap kompetitif di pasar global.
Untuk menciptakan lingkungan investasi yang Kondusif ,kerja sama (KKS) yang sedang berjalan sebaiknya dihormati (contract sanctity) dan mengkaji ulang (review) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 mengenai Biaya Operasional yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Sektor Hulu Minyak dan Gas.
"IPA berpendapat bahwa PP 79/ 2010 dapat berdampak negatif bagi iklim investasi di industri migas Indonesia dan dapat mengurangi investasi sekitar 20% dan menyebabkan penurunan produksi hingga kurang lebih 150.000 barel per hari," kata Jim.
Selain itu, IPA juga berharap peraturan-peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22/2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas) yang dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif dan stabil. "IPA percaya bahwa UU Migas yang ada relatif cukup berhasil dan memberikan manfaat bagi pemerintah dan hanya memerlukan sedikit revisi," ujar dia.
IPA juga menyoroti kebijakan harga gas regional dan domestik yang saat ini dinilai belum kompetitif. Saat ini, terdapat kesenjangan yang signifikan antara harga gas domestik dan harga gas internasional, di mana harga LNG di Asia Pasifik sekitar US$ 15 per mmbtu, sedangkan harga gas domestik rata-rata sekitar US$ 2 hingga US$ 6 per mmbtu.
Di sisi lain, IPA juga meminta adanya kejelasan dan transparansi proses perpanjangan KKS. Hal itu untuk memberikan kerangka waktu yang diperlukan bagi KKS untuk merencanakan dan mengembangkan penemuan baru yang besar, terutama untuk proyek-proyek gas.
Incaran Investor
Di tempat yang sama, Wakil Presiders IPA Sammy Hamzah mengatakan,saat ini indonesia jadi incaran para investor duniakarena di nilai sebagai negara yang tahan terhadap krisis global. Indonesia dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5% di tengah hantaman krisis global.
"Namun, masalahnya apakah industri migas dapat memanfaatkan situasi ekonomi Indonesia yang bagus itu untuk meningkatkan investasinya," tanya dia.
Dia mengatakan, dalam dua tahun terakhir kondisi investasi migas Indonesia sangat mengkhawatirkan, tren investasi untuk ekplorasi migas terus turun. "Replacement ratio kita sekarang di bawah 1%. Artinya; produksi migas lebih besar dari eksplorasi," tambah dia.
Menurut Sammy, untuk mendorong investasi untuk kegiatan eksplorasi, pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri migas dan merevisi PP 79/2010 karena hal ini terkait dengan kontrak-kontrak yang sudah diteken.
Di sisi lain, dia tidak berharap kegiatan eksplorasi akan turun lagi setelah UU Nomor 22/2001 diamendemen. Karena itu, dia meminta pemerintah perlu melakukan konsultasi secara baik dengan melibatkan IPA dalam proses amendemen UU 22/2001.