Pemerintah Siapkan Insentif untuk Tingkatkan Eksplorasi Migas
Pemerintah mengatakan sedang menyiapkan regulasi untuk memberikan lebih banyak insentif bagi perusahaan minyak dan gas di tengah berkurangnya produksi dan lambatnya eksplorasi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan bahwa insentif akan diberikan kepada kontraktor migas untuk meningkatkan eksplorasi penemuan cadangan hidrokarbon yang dalam dekade terakhir sangat sedikit. "Kita harus meningkatkan eksplorasi untuk memastikan bahwa generasi kita lima atau 10 tahun ke depan akan mendapatkan manfaatnya," kata menteri akhir pekan lalu.
Menurut SKK Migas dari 750 sumur eksplorasi migas yang dibor selama 2002 dan 2012, 328 (43 %) adalah "sumur kering", yang menyebabkan kerugian sebesar US$ 1,31 miliar sehingga mendorong perusahaan perusahaan pengelolanya untuk mengembalikan konsesi mereka kepada pemerintah. Berdasarkan UU Migas 2001, perusahaan KKKS akan menerima insentif dari pemerintah di bawah skema cost recovery bila mereka telah menemukan cadangan hidrokarbon yang menguntungkan di daerah eksplorasi mereka.
Untuk memastikan perusahaan perusahaan migas tersebut melanjutkan eksplorasi mereka di Indonesia, Menteri ESDM mengatakan perusahaan-perusahaan KKKS tersebut membutuhkan lebih banyak insentif, termasuk pengecualian pajak pertambahan nilai serta pajak bumi dan bangunan. Jero sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah akan menawarkan insentif untuk bea masuk serta pembebasan pajak penghasilan atas barang impor.
Secara terpisah, Direktur Jenderal migas Kementerian yang baru, Edy Hermantoro, mengatakan rincian paket insentif tersebut ada dalam peraturan baru yang akan dikeluarkan oleh kantor pajak di bawah Departemen Keuangan. "Kementerian kami berharap skema baru ini dapat dilaksanakan tahun ini. Namun, kami masih menunggu Kementerian Keuangan untuk memulainya," kata Edy.
Kepala Manajemen Risiko dan Pajak SKKMigas, Bambang Yuwono, mengatakan bahwa paket insentif ini memungkinkan kontraktor migas dalam tahap eksplorasi untuk membayar pajak bumi dan bangunan maksimal Rp 100 miliar (US$ 10,3 juta) setiap tahun. Angka tersebut jauh lebih sedikit daripada Rp 200 miliar dalam bentuk pajak tanah dan bangunan yang saat ini diwajibkan pada daerah eksplorasi mereka.
Mengenai rendahnya potensi sumur minyak lokal, Ketua Indonesia Petroleum Association (IPA), Lukman Mahfoedz, mengatakan bahwa rasio keberhasilan 50 persen untuk tingkat eksplorasi masih bisa diterima, karena tingkat keberhasilan di beberapa negara adalah kurang dari 30 persen. Namun, Lukman mengatakan, pemerintah masih perlu meningkatkan eksplorasi untuk menjamin produksi di masa depan. "Di atas semua itu, isu pembebasan lahan dan masalah masalah lain yang berkaitan dengan izin usaha di daerah terus menghambat eksplorasi. Mereka perlu memahami pentingnya meningkatkan kegiatan mereka saat ini juga," katanya.
Indonesia keluar dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada tahun 2008 setelah menjadi negara pengimpor minyak, menyusul penurunan produksi minyak mentah akibat penuaan cekungan hidrokarbon di Indonesia. SKKMigas memprediksi produksi minyak pada akhir tahun ini akan mencapai level terendah. Produksi minyak berada di kisaran 830.000 barel per hari (bph) dalam beberapa tahun terakhir. Pada awal tahun 2000-an, negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini masih memproduksi lebih dari 1 juta barel minyak mentah per hari.