Birokrasi yang Ramping akan Mendorong Investasi Lebih Lanjut dalam bidang Eksplorasi pada Industri M
Kejelasan, konsistensi, dan kepastian hukum adalah kunci yang dapat mendorong industri migas untuk meningkatkan investasinya di Indonesia, terutama terkait bidang eksplorasi. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah mewujudkan ini, namun tindakan lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif untuk bertumbuh.
Dibuka secara resmi hari ini oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37 tahun 2013 diharapkan mampu menyumbangkan saran atas solusi terhadap berbagai tantangan yang dihadapi industri migas, dengan menyertakan berbagai permangku kepentingan, termasuk pelaku industri internasional dan nasional, serta pemerintah.
Ajang ini dihadiri oleh lebih dari 3.100 peserta pada hari pertama, melebihi perkiraan semula yaitu sebesar 2.300 peserta. Diperkirakan jumlah peserta yang serupa akan menghadiri acara tersebut pada hari kedua dan ketiga.
Dalam pidatonya, Presiden menginstruksikan menteri terkait untuk mempercepat proses reformasi birokrasi. Termasuk di antaranya Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Menteri Koordinasi bidang Perekonomian untuk merampingkan peraturan perizinan guna menciptakan lingkungan usaha yang lebih memberdayakan; serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepala SKK Migas dan Menteri Keuangan untuk merancang skema insentif yang menarik guna meningkatkan investasi, terutama terkait bidang eksplorasi.
Presiden juga menyarankan agar pelaku industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi guna memperbaiki tingkat investasi serta menyerukan perusahaan untuk meningkatkan sinergi antara perusahaan asing dan nasional guna meningkatkan penggunaan kandungan lokal, termasuk kerjasama dengan perusahaan nasional dalam bidang jasa pendukung kegiatan hulu migas, maupun dengan perbankan nasional. Presiden juga mengundang para pelaku industri untuk terus memperluas kemitraan strategis di sektor migas secara terbuka, berkeadilan, dan saling menguntungkan.
Hal ini selaras dengan harapan IPA agar pemerintah memperbaiki ketatanegaraan migas di Indonesia, dan memprioritaskan upaya meningkatkan investasi dalam sektor ini, sebagaimana disampaikan oleh Presiden IPA Lukman Mahfoedz dalam sambutannya saat acara pembukaan.
Menteri ESDM Jero Wacik menegaskan komitmen pemerintah untuk memberikan dukungan penuh bagi para investor yang sepakat untuk turut menerapkan empat strategi pemerintah, yaitu pro-pembangunan, pro-lapangan pekerjaan, pro-pengentasan kemiskinan, dan pro-lingkungan, guna menciptakan suatu iklim usaha yang memiliki keberpihakan berimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan investor.
Pada acara hari ini, juga dilakukan penandatanganan kontrak kerjasama baru di lapangan konvensional dan un-conventional termasuk tiga kontrak kerjasama shale gas, yang pertama di Indonesia. Selain itu Persetujuan Rencana Pengembangan juga diserahkan kepada Chevron, BP, dan ENI.
Pada sesi pleno 1, keenam panelis sepakat bahwa di masa depan, pertumbuhan dunia akan berpusar pada Asia, dalam hal investasi dan konsumsi, dengan Indonesia sebagai salah satu pemain kuat. Semua tren mengisyaratkan bahwa pertumbuhan dunia akan terpusat di Asia. Hal ini mencakup, menurut William Durban of WoodMackenzie, pertumbuhan populasi, perekonomian dunia, kebutuhan energi, dan alur perdagangan.
Dengan peningkatan kebutuhan tersebut, industri migas dunia dihadapkan pada tantangan yang cukup spesifik untuk menemukan teknologi yang lebih baik, yang memungkinkan industri tersebut untuk melakukan eksplorasi maupun eksploitasi yang lebih efisien guna memenuhi kebutuhan. Contoh teknologi yang lebih baik, menurut Chief Economist Schlumberger Limited Francois Durvye, antara lain karakterisasi guna mengetahui variabilitas shale, teknologi pemboran untuk menghindari sumur yang kurang menghasilkan, dan teknik stimulasi untuk memastikan aliran yang lebih baik.
Dinamika di kawasan Asia juga merupakan fokus yang diangkat oleh Vice President IHS Energy Insight Asia Pacific Victor Shum. Ia menggarisbawahi betapa Asia akan memainkan peran yang lebih penting dalam industri migas dunia. Shum juga menyoroti kemungkinan reformasi pasar gas, yang mencakup isu ketahanan energi, kebutuhan akan peta kebijakan energi berkelanjutan, serta pertimbangan ulang kebijakan subsidi vs. penentuan harga gas berbasis pasar.
Shum menyadari bahwa subsidi tidaklah dapat dihilangkan seketika. Namun, di masa depan, negara-negara di dunia perlu mengurangi ketergantungan terhadap subsidi. "Dan proses ini harus dimulai sekarang," tegasnya.
Chairman FACTS Global Energy Feredidun Fesgaraki menyoroti perubahan drastis dalam perkembangan industri migas. Menariknya, ada kemungkinan penurunan permintaan serta kerugian dari pasar Amerika Serikat. Sebagian besar pertumbuhan datang dari pasar berkembang, seperti China, Timur Tengah, Amerika Latin dan Afrika, dengan pertumbuhan permintaan diperkirakan mencapai 1,2- 1,5 juta kb/d.
Dua panelis yang mewakili Pemerintah Indonesia, yaitu Supriyadi (Ekonom Senior untuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) dan Chatib Basri (Kepala BKPM) mengakui potensi serta tantangan yang menyertainya.
Basri kembali menyoroti pergerakan global dalam industri migas. Ujarnya, "Bahkan di antara negara-negara berkembang, dengan sedikit melambatnya pertumbuhan di Amerika Latin, China, and India, dunia mulai melirik negara-negara ASEAN."
Ia mengingatkan para peserta konvensi bahwa Indonesia melingkupi 48% perekonomian ASEAN dan sejumlah besar populasi di kawasan ini. Dengan demikian, menggarisbawahi potensi Indonesia dari sudut pandang perekonomian dunia. "Mengingat kondisi dunia sekarang," ujarnya, "Indonesia telah menjadi the least unattractive country."
Basri mengakui bahwa Indonesia masih memiliki beragam tantangan, seperti korupsi, yang tak dapat diatasi dalam waktu semalam. "Perusahaan harus siap untuk bekerja dalam lingkungan seperti ini dengan tetap mempertahankan integritasnya. Perusahaan juga harus turut berperan serta dalam memperbaiki kondisi ini."
Langkah menuju hal tersebut, menurut Supriyadi, telah mulai diambil melalui reformasi birokrasi dan perampingan undang-undang serta peraturan pemerintah. "Ada tiga faktor penting dalam reformasi birokrasi yang perlu diprioritaskan," katanya. "Yaitu birokrat, infrastruktur, dan transparansi."
Konvensi dan Pameran Indonesian Petroleum Association (IPA) ke-37 tahun 2013 diselenggarakan pada tanggal 15-17 Mei di Jakarta mengusung tema "Promoting Investment in a Challenging Environment." Acara ini merupakan konvensi-pameran terbesar yang pernah digelar oleh IPA, dengan kenaikan pengunjung sebesar 30% dibanding dengan tahun sebelumnya, 10.000 pengunjung pameran, dan 260 perusahaan berpameran.