Wapres Tidak Senang Lifting Minyak Turun
JAKARTA-: Wakil Presiden Boediono mengaku tidak senang terhadap pencapaian pengangkutan produksi (lifting) minyak yang menurun.
Menurutnya penurunan lifting minyak akan berdampak buruk pada keamanan pasokan minyak, ekspor, dan anggaran pemerintah.
"Ada satu perkembangan yang saya mengakui tidak senang, performa sektor minyak kita. Lifting minyak telah menurun dan ini buruk buat keamanan pasokan minyak, ekspor, dan anggaran pemerintah," ungkap Boediono dalam pembukaan 35th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition 2011 di Jakarta, Rabu (18/5).
Boediono mengungkapkan bahwa masalah dasar menurunnya lifting minyak adalah menurunnya aktivitas eksplorasi beberapa tahun terakhir ini.
"Penurunannya memang telah berhenti tetapi level eksplorasi masih di bawah yang seharusnya dibutuhkan untuk memutarbalikkan produksi dalam mencapai target kita 1,2 juta barel per hari," katanya.
Ia menegaskan bahwa masalah tersebut merupakan masalah yang harus dikerjakan bersama. Pemerintah bersama kontraktor harus bekerja sama mengembangkan model dan pengembangan implementasi yang berkelanjutan untuk mencapai hasil yang lebih jangka panjang, bukan secara cepat.
Namun begitu Boediono juga menginginkan usaha tersebut bisa dilakukan lebih cepat. Sebagai contoh, pemerintah bersama kontraktor harus berupaya meningkatkan hasil yang didapat dari potensi eksploitasi.
"Kita harus bekerja sama untuk mengeliminasi penghentian operasi yang tidak direncanakan (unplanned shutdown) yang membawa dampak negatif bagi produksi," kata Boediono.
Bahkan, ia meminta Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk lebih serius menangani masalah tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh mengakui memang turunnya lifting minyak disebabkan adanya unplanned shutdown. Kementerian ESDM bersama BP Migas mendorong kontraktor kontrak kerja sama (K3S) agar faktor-faktor yang tidak bisa dikendalikan tersebut bisa dikurangi.
"Yang uncontrolable inilah yang berkaitan dengan unplanned shutdown, antara lain kejadian alam, suhu yang terlalu dingin sehingga di dalam pipa itu terjadi semacam pembekuan dan ini fenomena-fenomena yang baru dialami di tahun 2011. Jadi kita terus berhadapan dengan tantangan baru untuk memecahkannya," tutur Darwin.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo menambahkan selain berkoordinasi dengan BP Migas dan K3S, pihaknya juga melakukan pengawasan untuk mengurangi unplanned shutdown.
Sementara Kepala Hubungan Masyarakat dan Hubungan Kelembagaan BP Migas Elan Biantoro menyampaikan bahwa pihaknya menerima teguran wapres dengan besar hati. Menurutnya BP Migas terus berusaha mengejar target lifting dan ia meminta dukungan dari berbagai pihak.
"Masalah-masalah unplanned shutdown, tumpang tindih lahan, kita butuh dukungan berbagai institusi. Kalau kita dapat dukungan, target mudah-mudahan bisa tercapai," ujarnya.
Elan menyebutkan pihaknya sudah memiliki beberapa rencana eksploitasi yang segera dilaksanakan tetapi tidak dalam waktu cepat, seperti proyek Banyu Urip pada blok Cepu yang dikelola PT Pertamina dan Mobil Cepu Ltd mulai berproduksi tahun 2013 dengan kapasitas 165 ribu barel per hari.
Selain itu, ada beberapa proyek yang sedang dalam rencana pengembangan (plan of development/POD) seperti proyek Selat Madura yang dikelola oleh Husky Energy serta proyek West Madura Offshore (WMO) yang berusaha ditingkatkan produksinya oleh Pertamina sampai 30 ribu barel per hari.
"Di utara Madura, blok Ketapang sudah POD. Mudah-mudahan secepatnya ada gas dan minyak. Semua perhitungan itu membuat kita yakin 2013 atau 2014 bisa di atas 1 juta (barel per hari)," kata Elan.